#

Sabtu, 30 April 2011

IBF: Ikon Peradaban di Indonesia

Islamic Book Fair (IBF) atau pameran buku islami semakin diminati oleh masyarakat Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya jumlah pengunjung IBF dari tahun ke tahun. Ini berarti kesadaran untuk membaca dan semangat mengembangkan ilmu pengetahuan sudah mulai tumbuh menjadi sebuah budaya bagi masyarakat Indonesia.


IBF biasanya digelar di kota-kota besar, seperti Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Malang, dan Solo. Pengunjungnya memang didominasi oleh para pemuda dan mahasiswa. Menurut data yang diperoleh, jumlah pengunjung IBF selalu meningkat dengan jumlah yang cukup signifikan sejak tahun 2002 hingga 2011. Bahkan jumlah stand di IBF Jakarta saat ini sudah lebih dari 390 stand.

IBF yang biasanya digelar selama 7 hari itu juga selalu dimeriahkan dengan seminar-seminar dan Talkshow. Tema yang diangkat pada setiap seminar dan talkshow adalah seputar keislaman, seperti sejarah islam, pemikiran islam, kajian pra nikah, curhat remaja, jumpa penulis, fiqih kontemporer, dan lain-lain. selain itu dalam rangkaian acaranya IBF selalu menghadirkan tim nasyid nasional seperti Edcostik, Tashiru, IZIS, dan Shoutul Harokah. Seluruh rangkaian acara itu selalu dihadiri oleh banyak peserta. Tak jarang kursi yang disediakan oleh panitia IBF kurang karena banyaknya peserta yang hadir.

Perkembangan IBF adalah fenomena yang patut diapresiasi. Jika kita mengingat era 80-an, di Indonesia semua aktifitas keislaman selalu dipandang sebelah mata. Bahkan wanita yang berjilbab pada zaman dulu dianggap asing. Buku-buku Islam yang beredar di masyarakat, selain terbatas jumlahnya isinyapun belum terlalu berkualitas. Buku-buku yang beredar pada waktu itu lebih banyak berisi tentang masalah sholat, puasa, dan sabar. Sehingga orang berfikir bahwa islam hanya terbatas pada kegiatan ritual saja. Namun hari ini perkembangan buku-buku Islam sangat fenomenal, baik dari segi jumlahnya ataupun kualitasnya. Buku-buku Islam sekarang sangat beragam, ada yang membahas tentang perkembangan pemikiran Islam, pendidikan Islam, psikologi Islam, sejarah peradaban Islam, etika Islam, rumah tangga, hingga pada masalah fiqih kontemporer. Artinya, masyarakat Islam di indonesia sudah mulai memiliki budaya untuk menggali dan mengembangkan fungsi akal sebagai anugerah dari Alloh.

Fenomena IBF mengingatkan kita kepada era keemasan Islam pada abad klasik. Dimana pada saat itu para ilmuan berlomba-lomba untuk menulis buku dan karangan ilmiah mereka. Perpustakaan pada waktu itu bukan hanya sebagai tempat koleksi buku, namun juga sebagai ajang diskusi, debat, dan sharing ilmu. Bahkan toko-toko buku pada zaman itu bukan hanya sekedar tempat jual beli buku, namun juga sebagai tempat transaksi ilmu. Karena toko buku saat itu juga menyediakan semacam ruangan untuk berdiskusi. Semua itu mendapat dukungan penuh dari pemerintah Islam kala itu, dimana setiap satu kilo buku yang ditulis akan ditukar dengan satu kilogram emas! Sehingga budaya ilmiah dan budaya intelektual sudah menjadi atmosfer peradaban Islam saat itu.

Hari ini kita melihat masyarakat Indonesia sudah mulai berjalan ke arah yang lebih maju. Para profesional, mahasiswa, dan kalangan terpelajar di Indonesia justru mulai jenuh dengan sistem-sistem yang diadopsi dari barat. Sehingga mereka justru menoleh kembali kepada sistem Islam, sehingga munculah kajian-kajian tentang ekonomi Islam, politik Islam, etika pergaulan Islam, dan lain sebagainya yang sebagian bahkan tertuang dalam perda-perda syariah. Dan semangat keislaman itu, salah satunya tersalurkan dengan digelarnya IBF di kota-kota besar di Indonesia. Bahkan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dalam memperingati milad-nya pada bulan april 2011 ini juga menggelar IBF yang dilokasikan di Gor UNY. Artinya, semangat keislaman ini muncul secara kolektif, bukan hanya dikalangan lembaga-lembaga dan Universitas Islam saja, namun menjadi kebutuhan semua lapisan masyarakat di semua komunitas.

Dengan demikian, IBF muncul sebagai ikon peradaban Indonesia. Karena IBF telah menumbuhkan kembali atmosfir keilmuan di Indonesia, seperti tradisi membaca dan tradisi diskusi, serta menstimulasi banyak orang untuk semangat dalam menulis buku-buku dengan ide dan gagasan yang baru. (sumber: http://fahrihidayat.blogspot.com)