#

Kamis, 07 Juli 2016

Kita Tak Bisa Sendiri

Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Dalam bahasa Indonesia, kata “diciptakan” merupakan bentuk kata kerja pasif. Artinya, manusia  hanyalah “produk ciptaan”  dari Sang Pencipta, yang oleh karenanya, bentuk, anatomi tubuh, dan semua yang melekat pada fisik dan rohani manusia merupakan satu paket penciptaan juga. Tubuh manusia yang dilengkapi dengan dua mata, dua telinga, dua tangan dan kaki, merupakan “desain bawaan” dari Sang Pencipta dimana manusia hanya “terima jadi”. Manusia tidak diberi ruang untuk memilih dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan, sebagai Bugis atau Jawa, sebagai Sunda atau Bali, dan lain sebagainya.
Sebagai manusia, kita juga didesain untuk hidup bersosial, berdampingan satu sama lain. Kita tidak bisa hidup sendiri. Kita selalu membutuhkan orang lain untuk hampir semua hal dalam hidup kita. Pernahkan kita membayangkan betapa menyiksanya jika satu hari saja kita tidak berbicara satu patah kata pun? Tubuh kita membutuhkan makan dan minum setiap hari. Kebutuhan kita untuk berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang lain sama pentingnya dengan kebutuhan makan dan minum. Berinteraksi dengan orang lain merupakan kebutuhan dasar manusia, bukan sekadar keinginan yang bersifat pilihan.
Ada berbagai macam ekspresi kejiwaan manusia dalam mengaktualisasikan dirinya, seperti bersikap ramah, bengis, pelit, rendah hati, penyabar, santun, keras, tegas, dan lain sebagainya, yang semuanya mensyaratkan adanya orang lain sebagai obyeknya. Kita tidak bisa menjadi sabar tanpa orang lain yang terkadang “menggoda” kita untuk marah. Kita tidak bisa menjadi santun tanpa proses menjalani dinamika kehidupan bersama orang lain. Bahkan, simbol-simbol sosial yang biasa kita banggakan seperti rumah yang super megah pun tidak akan berarti apa-apa tanpa ada orang lain yang melihatnya. Singkat kata, kita tidak bisa hidup sendiri.
Oleh karenanya, kita harus mensyukuri kebersamaan kita dengan orang lain, bagaimanapun kondisinya. Bisa jadi, orang yang saat ini sering membuat kita kecewa, suatu saat justru menjadi orang yang sangat kita rindukan. Karena, terkadang kita juga harus merasakan kecewa untuk menjaga kestabilan jiwa kita. Adanya orang yang membuat kita kecewa melatih kita untuk bersabar dan ikhlas dalam menjalani kehidupan.
Hidup bersosial merupakan fitrah manusia. Allah menciptakan manusia berbeda-beda suku dan bangsa adalah supaya kita saling mengenal satu sama lain; mengenal bahasanya, budayanya, kearifan lokalnya, dan saling berinteraksi secara harmoni. Adanya ketegangan-ketegangan yang terkadang mewarnai interaksi kita dengan orang lain merupakan tanda bahwa kita masih diberi kesempatan oleh Allah untuk bisa menikmati kehidupan. Sebab, kita diuji oleh Allah dalam interaksi sosial kita. Seperti, kita akan mendapatkan pahala jika berbuat baik kepada orang lain, dan mendapat dosa jika berbuat buruk. Adanya konsep pahala dan dosa dalam interaksi dengan orang lain, sekali lagi, merupakan penegasan bahwa kita diciptakan sebagai makhluk sosial. ***