Manusia diciptakan
sebagai makhluk sosial. Dalam bahasa Indonesia, kata “diciptakan” merupakan
bentuk kata kerja pasif. Artinya, manusia hanyalah “produk ciptaan” dari Sang Pencipta, yang oleh karenanya,
bentuk, anatomi tubuh, dan semua yang melekat pada fisik dan rohani manusia
merupakan satu paket penciptaan juga. Tubuh manusia yang dilengkapi dengan dua
mata, dua telinga, dua tangan dan kaki, merupakan “desain bawaan” dari Sang
Pencipta dimana manusia hanya “terima jadi”. Manusia tidak diberi ruang untuk
memilih dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan, sebagai Bugis atau Jawa, sebagai
Sunda atau Bali, dan lain sebagainya.
Sebagai manusia, kita juga
didesain untuk hidup bersosial, berdampingan satu sama lain. Kita tidak bisa
hidup sendiri. Kita selalu membutuhkan orang lain untuk hampir semua hal dalam
hidup kita. Pernahkan kita membayangkan betapa menyiksanya jika satu hari saja
kita tidak berbicara satu patah kata pun? Tubuh kita membutuhkan makan dan minum
setiap hari. Kebutuhan kita untuk berkomunikasi dan bersosialisasi dengan orang
lain sama pentingnya dengan kebutuhan makan dan minum. Berinteraksi dengan
orang lain merupakan kebutuhan dasar manusia, bukan sekadar keinginan yang
bersifat pilihan.
Ada berbagai macam
ekspresi kejiwaan manusia dalam mengaktualisasikan dirinya, seperti bersikap
ramah, bengis, pelit, rendah hati, penyabar, santun, keras, tegas, dan lain
sebagainya, yang semuanya mensyaratkan adanya orang lain sebagai obyeknya. Kita
tidak bisa menjadi sabar tanpa orang lain yang terkadang “menggoda” kita untuk
marah. Kita tidak bisa menjadi santun tanpa proses menjalani dinamika kehidupan
bersama orang lain. Bahkan, simbol-simbol sosial yang biasa kita banggakan
seperti rumah yang super megah pun tidak akan berarti apa-apa tanpa ada orang
lain yang melihatnya. Singkat kata, kita tidak bisa hidup sendiri.
Oleh karenanya, kita
harus mensyukuri kebersamaan kita dengan orang lain, bagaimanapun kondisinya.
Bisa jadi, orang yang saat ini sering membuat kita kecewa, suatu saat justru
menjadi orang yang sangat kita rindukan. Karena, terkadang kita juga harus
merasakan kecewa untuk menjaga kestabilan jiwa kita. Adanya orang yang membuat
kita kecewa melatih kita untuk bersabar dan ikhlas dalam menjalani kehidupan.
Hidup bersosial
merupakan fitrah manusia. Allah menciptakan manusia berbeda-beda suku dan
bangsa adalah supaya kita saling mengenal satu sama lain; mengenal bahasanya,
budayanya, kearifan lokalnya, dan saling berinteraksi secara harmoni. Adanya ketegangan-ketegangan
yang terkadang mewarnai interaksi kita dengan orang lain merupakan tanda bahwa
kita masih diberi kesempatan oleh Allah untuk bisa menikmati kehidupan. Sebab,
kita diuji oleh Allah dalam interaksi sosial kita. Seperti, kita akan mendapatkan
pahala jika berbuat baik kepada orang lain, dan mendapat dosa jika berbuat
buruk. Adanya konsep pahala dan dosa dalam interaksi dengan orang lain, sekali
lagi, merupakan penegasan bahwa kita diciptakan sebagai makhluk sosial. ***