Oleh: Fahri Hidayat
Sebagai seorang pendidik tentu kita sering di hadapkan dengan masalah kenakalan anak-anak peserta didik. Karakter anak yang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di lembaga pendidikan itu merupakan produk dari serangkaian proses yang begitu panjang. Untuk itu para pendidik harus bisa melihatnya dari sudut pandang yang lebih bijaksana.
Kepribadian adalah sesuatu yang membedakan seseorang dengan orang lain. Ia tidak terbentuk begitu saja. Perlu waktu yang sangat panjang untuk membentuknya. Oleh karena itu, di perlukan sebuah mekanisme latihan tertentu untuk membangun sebuah kepribadian. Salah satu yang sangat mempengaruhi kepribadian manusia, disamping faktor genetik dan lingkungan, adalah paradigma kita tentang kehidupan. Sedangkan paradigma kita terbangun secara bertahap dari informasi-informasi yang kita peroleh.
Ketika seorang anak tumbuh di lingkungan yang tidak baik, dimana setiap hari ia mendapatkan perlakuan yang kasar, mendengar kata-kata kotor, dan menyaksikan perilaku-perilaku yang negatif, maka ia akan tumbuh menjadi seseorang dengan kepribadian yang mencerminkan lingkungannya itu.
Barangkali ia tidak pernah merasa bersalah dengan semua yang ia saksikan itu. karena baginya memang seperti itulah kehidupan. Inilah yang di sebut dengan paradigma. Ia bagaikan peta yang membimbing kita untuk berjalan diatasnya. Yang jadi masalah adalah ketika peta itu ternyata tidak benar dan keliru. maka ia akan membimbing kita untuk berjalan diatas rel ketidakbenaran tanpa kita sadari.
Untuk itu satu-satunya jawaban logis untuk sebuah perubahan diri adalah sebuah proses. Dalam Islam, kita di perintahkan untuk mengajarkan kepada anak-anak kita sholat pada usia 7 tahun. Kemudian kita di perbolehkan untuk memberikan hukuman, seperti memukulnya jika anak tidak mau melaksanakan shalat pada usia 10 tahun. Artinya ada jenjang waktu antara mengajari dengan memberikan hukuman. Jenjang waktu itulah yang disebut dengan proses.
Inti dari tujuan pendidikan adalah adanya perubahan perilaku dari yang belum baik menjadi baik. Maka lembaga pendidikan sebenarnya adalah tempat untuk memproses anak-anak peserta didik dari keadaan yang “belum baik” menjadi baik. Hasil akhir dari proses itu adalah outputnya. Apabila seorang pendidik melihat peserta didiknya yang bermasalah dengan sudut pandang ini, maka akan munculah sebuah kesadaran di dalam dirinya bahwa memang inilah tugas yang harus di pikulnya untuk “memproses” anak yang bersangkutan untuk menjadi lebih baik. Seandainyapun harus menghukum, hukuman itu adalah bagian dari pendidikan, bukan hukuman yang bersumber dari kekesalan pribadi. Jika ada seorang pendidik menghukum peserta didiknya seperti melarangnya mengikuti pelajaran yang dia ampu lantaran sang pendidik kesal dengan anak tersebut, maka sebenarnya sikap seperti ini sudah keluar dari esensi pendidikan.
DR Nasih Ulwan, seorang pakar ilmu pendidikan dalam bukunya Tarbiyah Al-Aulad Fil Islam menawarkan sebuah mekanisme yang sistematis untuk pendidikan karakter ini, yaitu di mulai dengan memberikan keteladanan, kemudian membiasakan, memberikan nasehat-nasehat, mengadakan kontrol / pengawasan, dan terakhir memberikan hukuman. Jadi hukuman adalah tahapan terakhir setelah melewati 4 tahapan sebelumnya.
(Sumber: http://fahrihidayat.blogspot.com)
Sabtu, 02 Oktober 2010
PENDIDIKAN ADALAH SEBUAH PROSES
22.29.00
Fahri Hidayat