Blusukan Presiden Joko
Widodo (Jokowi) ke Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi beberapa waktu lalu
mendapat perhatian dan apresiasi positif dari rakyat Indonesia. Pasalnya,
selain merupakan bentuk perhatian dari seorang kepala Negara, Jokowi juga
tercatat sebagai presiden Republik Indonesia pertama dalam sejarah yang
melakukan kunjungan resmi ke suku tersebut. Akan tetapi, di tengah mengalirnya
arus simpati dari publik, tiba-tiba berhembus kabar tidak mengenakkan yang
beredar secara luas di media sosial (medsos). Di berbagai medsos, seperti facebook,
beredar foto-foto hoax yang merekayasa seolah-olah kunjungan Jokowi ke
pedalaman Jambi tersebut hanya sekadar settingan dan pencitraan belaka.
Foto-foto hoax yang tidak bertanggungjawab itu pun dengan cepat tersebar
dan menjadi buah bibir khalayak ramai.
Sebagai respons
terhadap hal tersebut, pihak aparat melakukan aksi cepat. Kapolri Badrodin
Haiti yang pada tanggal 8 oktober silam telah menerbitkan surat edaran Nomor
SE/ 06/X/-2015 tentang penanganan ujaran kebencian (Kedaulatan Rakyat, 2 Nov
2015, hlm.1), menyatakan pihaknya
akan melakukan investigasi serius untuk melacak akun yang menyebarkan berita
tersebut. Langkah Kapolri ini perlu didukung dan diapresiasi, sebab
bagaimanapun juga Presiden adalah simbol Negara yang harus dijaga
kewibawaannya. Kebebasan berekspresi memang dijamin oleh Undang-undang. Akan
tetapi kebebasan tersebut harus tetap dalam koridor etika dan tidak menyebabkan
adanya pihak-pihak yang dirugikan.
Etika Islami
Sebagai
Negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, seharusnya masyarakat
Indonesia, khususnya yang Muslim, berpegang kepada nilai-nilai etika Islam sebagai
pedoman berperilaku. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad lima belas abad silam
menjadikan revolusi moral sebagai misi utamanya. Hal ini sebagaimana dinyatakan
secara eksplisit dalam sebuah hadist “sesungguhnya saya (nabi) diutus untuk
menyempurnakan akhlak”.
Masyarakat Arab
pra-Islam dikenal dengan sebutan jahiliyah yang secara harfiah bermakna
“kebodohan”. Kata jahiliyah di sini, menurut Muhammad Quthb, tidak
merujuk kepada kebodohan secara intelektual, melainkan lebih kepada kebodohan
moral seperti budaya saling mencaci-maki antar suku Arab yang seringkali
berujung perang dan pertumpahan darah. Islam datang dengan menghadirkan konsep
baru tentang ajaran moral yang dijiwai oleh semangat beribadah kepada Tuhan.
Medsos memang merupakan fenomena
baru yang tidak ada di zaman Nabi. Akan tetapi, prinsip-prinsip umum tentang
pedoman berperilaku yang telah diatur oleh Islam dapat diaplikasikan juga dalam
“perilaku” di dunia maya. Seperti, di antaranya, larangan ghibah dan
menyebarkan berita dusta. Selain itu, terdapat juga perintah di dalam Islam
untuk melakukan tabayyun (klarifikasi) terhadap sebuah berita sebelum
memutuskan untuk mempercayainya. Menurut penulis, norma-norma etika islami seperti
itu tidak hanya berlaku dalam hubungan sosial di dunia nyata saja, namun juga
berlaku di dunia maya seperti medsos.
Medsos yang Positif
Perkembangan
internet dan teknologi komunikasi telah melahirkan budaya baru yang belum ada
sebelumnya, salah satunya adalah budaya bersosialisasi melalui medsos. Saat
ini, hampir setiap orang, khususnya kawula muda, terkoneksi dalam sebuah jaringan
masyarakat dunia maya. Hal ini mungkin memang positif di satu sisi, namun juga
menyisakan dampak-dampak negatif yang harus diantisipasi.
Salah satu dampak
positif dari perkembangan medsos adalah semakin mudahnya masyarakat mengakses
informasi. Namun hal ini juga memiliki potensi negatif ketika informasi
tersebut tidak bertanggungjawab. Oleh karena itu, langkah antisipasi dari
masyarakat di era medsos ini salah satunya bisa diwujudkan dengan tidak mudah share
atau membagikan sebuah informasi yang belum jelas kebenarannya. Apalagi jika
informasi tersebut berpotensi merugikan pihak-pihak tertentu. Prinsip tabayun
dalam menerima informasi dapat diterapkan di sini.
Prinsip-prinsip etika
islami seperti menghindari ghibah dan memfitnah orang lain harus bisa
diaplikasikan di dalam interaksi di dunia maya. Supaya kultur yang terbangun di
medsos kita adalah kultur positif. Alangkah indahnya jika medsos kita dipenuhi
ungkapan-ungkapan positif dan tidak berisi caci maki yang tidak produktif.